Bayi Diare: Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mengatasi

Jumat, 30 Mei 2025

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Bayi dikatakan diare jika buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih cair atau berair dari biasanya. Waspadai tanda-tandanya!

Bayi Diare: Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mengatasi

Diare pada bayi merupakan salah satu gangguan kesehatan yang cukup banyak terjadi di negara tropis, termasuk Indonesia. Kondisi ini berbahaya bagi si Kecil, karena daya tahan tubuhnya masih lebih lemah dibandingkan dengan orang dewasa. Selain karena daya tahan tubuh, diare pada bayi juga lebih berisiko menyebabkan terjadinya dehidrasi, yang juga bisa membahayakan keselamatan si kecil. 


Penyakit diare merupakan penyebab kematian kedua tertinggi di dunia pada anak balita, dan menyebabkan 1,5–2 juta kematian anak setiap tahunnya. Oleh karena itu, mengenali penyebab dan berbagai upaya penanganan diare pada bayi perlu diketahui orang tua.


Apa itu Diare pada Bayi?

Diare adalah gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan adanya perubahan konsistensi tinja menjadi lembek, bahkan cair, serta peningkatan frekuensinya (biasanya lebih dari 3-4 kali) dalam sehari. 


Frekuensi BAB 3-4 kali sehari masih tergolong normal untuk bayi yang menerima ASI eksklusif, selama berat badan si Kecil meningkat dengan baik. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh intoleransi laktosa sementara, akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna bayi. Seiring berjalannya waktu, bayi mulai dapat mencerna laktosa dengan baik dan kondisi ini dapat membaik dengan sendirinya.


Bayi yang mengonsumsi ASI eksklusif dikatakan mengalami diare apabila konsistensi tinja berubah menjadi lebih cair. Jadi, meskipun frekuensi BAB kurang dari tiga kali sehari, tetapi konsistensi tinjanya cair, maka bayi tetap dikatakan mengalami diare. 


Baca Juga: Pencernaan Sehat, Tumbuh Kembang Anak Optimal



Gejala Diare pada Bayi

Berikut merupakan ciri-ciri bayi yang mengalami diare, antara lain:


  • Tinja jadi lebih encer atau berair
  • Tinja berwarna hijau atau berbusa
  • Frekuensi BAB meningkat lebih dari biasanya (di atas 3-4 kali per hari)
  • Demam ringan
  • Muntah
  • Perut kembung


Selain itu, diare juga dapat membuat bayi kehilangan cairan tubuh secara cepat. Akibatnya, bayi bisa mengalami dehidrasi. Segera cari pertolongan medis apabila bayi menunjukkan gejala-gejala dehidrasi, seperti di bawah ini:


  • Bibir dan mulut tampak kering, bahkan pecah-pecah
  • Mata tampak cekung
  • Menangis tanpa air mata
  • Lemas dan sulit dibangunkan
  • Tidak mau menyusu
  • Tangan dan kaki terasa dingin
  • Rewel dan napas tampak terengah-engah
  • Warna urine tampak lebih gelap dan baunya lebih menyengat


Baca juga: Ingin Anak Doyan Makan Sayur & Buah? Ini Rahasianya!


Penyebab Diare pada Bayi

Secara umum, penyebab diare pada bayi bisa dikelompokkan menjadi 6, yaitu:


  • Infeksi, baik oleh bakteri, virus, maupun parasit
  • Malabsorpsi atau gangguan penyerapan makanan pada saluran cerna
  • Alergi
  • Keracunan makanan
  • Imunodefisiensi, atau menurunnya kemampuan sistem imun untuk melawan penyakit dan infeksi.


Pada bayi, infeksi merupakan penyebab diare yang paling umum. Virus, terutama rotavirus, merupakan penyebab utama (60-70 persen) diare pada anak. Hal ini yang menyebabkan adanya peraturan wajib imunisasi rotavirus bagi bayi berusia 1–3 bulan. Selain rotavirus, diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli juga sering menyerang bayi, terutama di negara berkembang.


Kapan Harus ke Dokter?

Umumnya, bayi yang mengalami diare akut ringan dapat sembuh dalam waktu beberapa hari. Meskipun demikian, bayi tetap berisiko mengalami diare yang dapat membahayakannya. Jadi, bayi tetap perlu segera dibawa ke dokter anak ketika mengalami diare.


Selain itu, Anda sebaiknya segera membawa si kecil periksa ke dokter spesialis anak jika diare disertai demam maupun beberapa gejala berikut ini:


  • Feses berwarna hitam atau putih
  • BAB berdarah atau bernanah
  • Muntah-muntah
  • Tampak lebih lesu
  • Lebih rewel dan tampak kesakitan
  • Demam
  • Tidak mau menyusu dan susah makan
  • Mulut kering
  • Kulit terlihat lebih kering dan keriput
  • Tidak mengeluarkan air mata saat menangis


Diare adalah penyebab utama malnutrisi pada anak di bawah 5 tahun. Kondisi ini bahkan yang menjadi penyebab anak meninggal dunia akibat diare. Sebab malnutrisi akan menyebabkan anak lebih rentan terkena diare. Namun, setiap episode diare juga akan membuat malnutrisi menjadi lebih parah. 


Baca Juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Saluran Cerna Anak



Penanganan dan Cara Mengatasi Diare Pada Bayi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO menetapkan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri dari:


1. Rehidrasi dengan Cairan Rehidrasi Oral Formula Baru

Formula lama dibuat saat terjadinya kejadian luar biasa (KLB) disentri di Asia Selatan yang menyebabkan lebih banyak kehilangan elektrolit tubuh, terutama natrium. Seiring dengan perbaikan higine dan sanitasi masyarakat, maka diare yang seringkali dijumpai belakangan ini lebih banyak diakibatkan oleh virus yang tidak menyebabkan kehilangan elektrolit (kalsium, klorida, magnesium, fosfat, kalium, dan natrium), sebanyak diare akibat disentri. 


Oleh karena itu, dikembangkanlah cairan rehidrasi baru yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipernatremia (rasa haus, lemah, mual dan lain-lain), mengurangi secara signifikan pemberian cairan melalui intravena, mengurangi pengeluaran tinja, dan mengurangi kejadian muntah.


2. Zinc Diberikan Selama 10 Hari Berturut-turut

Zinc merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Kadar zinc dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Pemberian zinc mampu menggantikan kandungan zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare sekaligus kesehatan pencernaan si Kecil. 


Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.


Baca Juga: Yuk, Kenali Penyakit yang Rentan Terjadi pada Balita!


3. Pemberian ASI dan Makanan Tetap Diteruskan

Bayi berusia kurang dari 6 bulan sebaiknya tetap mendapat ASI eksklusif selama diare. Apabila si kecil menginginkan lebih banyak ASI dan makanan daripada biasanya, hal ini pertanda lebih baik karena akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan, dan mencegah malnutrisi. Lakukan hal ini sampai dua minggu setelah diare berhenti. 


Bagi anak yang berusia kurang dari 2 tahun, dianjurkan untuk mengurangi konsumsi susu formula dan menggantinya dengan ASI. Sedangkan bagi anak yang berusia lebih dari 2 tahun, teruskan pemberian susu formula. Ingatkan ibu untuk memastikan anaknya mendapat oralit (yang mengandung air, garam, dan gula) dan air matang.


Selain itu, anak yang berusia di atas 6 bulan atau sudah mulai MPASI juga sebaiknya tetap mengonsumsi makanan bergizi seimbang untuk memastikan kebutuhan nutrisi hariannya terpenuhi. Kebutuhan cairan juga bisa dipenuhi dengan memberikan jus buah, bagi anak yang sudah berusia lebih dari 1 tahun.


4. Antibiotik Selektif

Dokter spesialis anak hanya akan memberikan antibiotik jika ada indikasi infeksi bakteri, seperti diare berdarah atau diare karena infeksi bakteri kolera, yang dapat membuat diare berlangsung lama. Sebab diare anak yang disebabkan oleh infeksi virus akan membaik dengan pemberian obat-obatan untuk pereda keluhan, tanpa peresepan antibiotik.


Pemberian antibiotik tidak boleh dilakukan sembarangan, karena berpotensi menyebabkan resistensi kuman. Selain bahaya resistensi bakteri, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal (bakteri baik) yang justru dibutuhkan tubuh bayi. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati, dan pengulangan diare.


Baca Juga: Tanda Saluran Cerna Anak yang Sehat


Penanganan diare pada bayi dan balita yang terjadi secara akut perlu untuk dipahami orang tua. Dengan begitu, orang tua bisa mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan tidak panik. Selain itu, mari jaga kesehatan si kecil dengan rutin memeriksakannya ke dokter spesialis anak.


Baca juga: Alergi Makanan pada Bayi, Ini Informasi yang Perlu Diketahui oleh Orang Tua



FAQ


Kapan Bayi Dikatakan Diare?

Bayi dikatakan diare jika frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih cair atau berair dari biasanya. Selain peningkatan frekuensi, diare pada bayi juga ditandai dengan volume tinja yang lebih banyak dan bisa disertai gejala lain, seperti perut kembung dan rewel.


Penting untuk memantau tanda-tanda dehidrasi dan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak jika diare berlangsung lebih dari 24 jam atau demam tinggi maupun BAB berdarah.


Kenapa Bayi Sering BAB dan Mencret?

Bayi sering BAB dan mencret (konsistensinya cair) bisa menjadi hal normal, terutama jika ASI merupakan makanan utama bayi. Sebab ASI lebih mudah dicerna oleh tubuh, sehingga proses pengeluaran sisa penceraan pun bisa lebih cepat.


Namun, jika BAB bayi sangat encer, lebih sering dari biasanya, dan disertai gejala lain seperti demam atau tanda-tanda dehidrasi, ini bisa menjadi pertanda diare baik karena infeksi virus, bakteri, maupun parasit akibat menyentuh benda kotor di sekitarnya.


Berapa Lama Diare pada Bayi?

Diare pada bayi biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga satu minggu, tergantung penyebabnya.


Jika diare berlangsung lebih dari seminggu, atau disertai dengan tanda-tanda dehidrasi pada bayi, BAB berdarah, atau demam tinggi, segera bawa si kecil ke dokter anak untuk evaluasi dan pengobatan yang tepat. Penanganan yang cepat dan tepat penting untuk mencegah komplikasi.


Anak Bayi Diare Sebaiknya Dikasih Apa?

Jika bayi mengalami diare, pastikan untuk memberikan ASI maupun susu formula lebih sering untuk mencegahnya mengalami dehidrasi. Anda juga bisa memberikan cairan oralit khusus bayi, jika diresepkan oleh dokter, untuk menggantikan cairan tubuh dan elektrolit yang hilang.


Hindari pemberikan makanan padat sampai diare mereda, dan segera konsultasikan ke dokter anak jika diare tidak membaik, berlangsung lebih dari beberapa hari, atau disertai gejala lain seperti demam maupun muntah.